Minggu, 12 Mei 2013

DKPP Harus Kembalikan Martabat Pengadu



 











[JAKARTA] Molornya keputusan pelangaran etika Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)  yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mendapat komentar berbagai kalangan.

Seyogyanya, hari ini Jum'at (10/5) DKPP menggelar memutuskan pelanggaran etika yang dilakukan KPU dan Bawaslu. Namun, tak ada penjelasan resmi dari DKPP sidang keputusan tesebut diundur pekan depan.

"Mundurnya keputusan yang diambil DKPP tesebut karena masih dalam perdebatan di internal DKPP. Anggota DKPP ini berisikan orang-orang dengan latar belakang berbeda-beda. Ada dari unsur tokoh masyarakat dan ada juga dari unsur pemerintah. Tentunya, masing-masing anggota DKPP mempunyai tujuan dan maskud yang berbeda masuk ke DKPP," kata Koordintor Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi (SIGMA) Said Salahudin saat di hubungi wartawan Jum'at (10/5).

Said menegaskan, DKPP akan memecat anggota KPU.  Keyakinan Said tersebut diperkuat dengan data yang dimilikinya termasuk manipulasi yang diduga dilakukan oleh KPU termasuk perturn KPU Nomor 14 dan Peraturan KPU Nomor 15.

"Saya yakin ada 2 sampai 3 orang  Komisioner KPU dipecat oleh DKPP. Kendati ada pemecatan menurut Said, sistem penyelengaraan pemilu di KPU tidak akan oleng," ujar Said.

Lebih lanjut Said mengatakan, kalau terjadi pemecatan anggota KPU tidak akan memperngaruhi kinerja KPU. Karena, dengan dipecatnya anggota KPU tersebut tidak akan merugikan KPU secara kelembagaan. Kalaupun 7 komisioner KPU dipecat DKPP, Sekjen KPU bisa mengambil alih tugas komisoner tersebut.

Sementara itu, Ketua pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) Junisab Akbar mencermati sidang di DKPP sangat jauh berbeda kualitas dan kuantitasnya jika dibandingkan sidang di Bawaslu maupun Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN).

‎​"Di DKPP dilakukan sidang yang sangat mendalam untuk memeriksa alat bukti yang diajukan pengadu terkait dengan verifikasi faktual partai politik (Parpol), mendengarkan keterangan saksi dan keterangan saksi ahli serta (ini yang tidak pernah) melakukan sidang lapangan di 3 Provinsi," katanya.

Menurut Junisab, sudah sedalam itu kinerja DKPP dengan menggunakan uang Negara dan menghabiskan waktu yang luar biasa lama sayang jikalau DKPP hanya akan melahirkan keputusan yang 'tidak adil' dan sekedar memberikan sanksi kepada Komisioner KPU dan Bawaslu dengan alasan bahwa kewenangan mereka hanya memeriksa etika penyelenggara Pemilu. 

"Jika hasil kerja DKPP hanya secetek itu maka bisa dikatakan bahwa persidangan DKPP adalah bubble, teori balon yang terkesan besar namun sesungguhnya kerdil. DKPP terlihat sudah merendahkan martabatnya sendiri karena peradilan yang mereka lakukan tidak memberikan rasa adil layaknya peradilan," katanya.

Mantan anggota DPR RI dari Partai Bintang Reformasi (PBR) tersebut menjelaskan, sebagai figur kuat di DKPP, terlihat bahwa kekuatan intelektual Jimly Assidiqie sebagai Ketua DKPP sudah dikalahkan oleh kekuatan politisnya yakni rasa takut.

"Sekarang kami sudah meragukan kemampuan logika berfikir Ketua DKPP. Dia sudah 'membodohkan' diri dengan alasan menyempitkan kewenangan DKPP," ujarnya.

Masih menurutnya, IAW sedikit akan memberikan pemahaman kepada DKPP supaya tidak menjadi penakut. Jika sudah terjadi peradilan etika maka harus lahir putusan yang menghukum atau membebaskan teradu dan harus sekaligus disertai dengan mengembalikan martabat yang menjadi korban yakni pengadu. Itulah yang dinamakan rasa adil.

"Jika tidak demikian, maka peradilan DKPP adalah semu, tanpa makna dan tidak menegakkan demokrasi padahal penyelenggara Pemilu telah melakukan kesalahan etik," pungkas Junisab.

Posted By : Lensa Jakarta
News Source : Suara Pembaruan 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar