Sabtu, 11 Mei 2013

Serangkaian Kasus Tragis TKI, Bukan Rezeki Yang Menyambut, Justru Ajal Yang Menjemput....?.




Demi mencari sesuap nasi, ribuan TKI mengadu nasib ke negeri orang. Namun bukan rezeki yang menyambut, justru ajal yang menjemput.
Kasus penyiksaan hingga pembunuhan terhadap para pahlawan devisa ini sudah begitu sering terjadi tapi tidak banyak ada upaya perlindungan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia selain sempat menghentikan pengiriman TKI ke Malaysia (2009) dan membentuk Satgas untuk menolong TKI yang terjerat hukuman mati.
Pekan ini publik dikejutkan dengan kabar kematian tiga TKI asal Nusa Tenggara Barat di Malaysia yang diduga menjadi korban perdagangan organ tubuh.
Para korban ditemukan tewas dengan luka tembakan di sebuah kolam pemancingan di Seremban, negara bagian Negeri Sembilan.
Meski penyebab kematian tidak wajar, KBRI Kuala Lumpur memperlakukan kasus ini seperti kematian biasa. Dokumen kematian dan pengiriman jenazah ke kampung halaman ditandatangani tanpa ada pengecekan mengenai penyebab kematian.
Namun keluarga di kampung curiga setelah melihat bekas jahitan yang tidak wajar di tubuh jenazah antara lain di perut bagian bawah dan kedua mata.
Bersama kelompok pegiat hak-hak pekerja migran, Migrant CARE, mereka mengadu ke Kementerian Luar Negeri demi meminta keadilan bagi para korban.
Tak banyak yang bisa dilakukan oleh pemerintah selain menunjuk pengacara untuk mempelajari prosedur yang dilakukan polisi Malaysia.
Direktur Eksekutif Migrant CARE Anis Hidayah mengungkapkan pesimismenya.
"Kami mengapresiasi langkah ini tapi kami pesimis akan banyak manfaatnya karena tahun 1992 juga ada kasus seperti ini, ketika diotopsi badannya isinya kantong plastik kresek. Tiga tahun lalu juga ada kasus tiga TKi ditembak polisi Malaysia, sampai saat ini belum ada perkembangannya," kata Anis.

Keselamatan kerja

Lain di Malaysia, lain lagi di Singapura.
Di negara Singa ini, sudah banyak pembantu rumah tangga asal Indonesia yang meregang nyawa karena terjatuh dari ketinggian saat membersihkan jendela atau menjemur pakaian.
Hari Minggu (22/04) Menteri Negara Pembangunan Komunitas, Pemuda dan Olahraga, Halimah Yacob meminta warganya tidak lagi memerintahkan pembantu rumah tangga mereka untuk membersihkan jendela di gedung apartemen tinggi.
Permintaan itu disampaikan dalam acara wisuda 52 PRT Indonesia yang berhasil menyelesaikan pendidikan jenjang SMA dari Sekolah Indonesia Singapura, seperti dilansir harian Straits Times. Para PRT ini bersekolah dua hari dalam sebulan selama tiga tahun.
Tahun ini tujuh PRT asal Indonesia meninggal dunia karena terjatuh dari ketinggian ketika membersihkan jendela atau menjemur pakaian.
Menurut Halimah, kematian itu “sangat menyedihkan dan seharusnya bisa dicegah.”
Kementerian Tenaga Kerja Singapura menyikapi hal itu dengan mengadakan pelatihan keamanan wajib bagi PRT baru dan akan menjatuhkan hukuman bagi majikan yang tidak memberikan lingkungan kerja aman.

Pembangunan tak merata

Meski nasib TKi di kedua jiran itu masih tertatih, paling tidak secara geografis mereka masih lebih dekat dengan kampung halaman. Satu kemewahan yang tidak dimiliki oleh kolega-kolega mereka yang mengadu nasib ke jazirah Arab.
Sudah tidak terhitung kasus kekerasan yang menimpa TKI di Arab Saudi.
Dua tahun silam, publik tersentak mendengar kabar penyiksaan yang dialami pembantu rumah tangga bernama Sumiati Binti Salan Mustapa di Madinah.
Majikan perempuan Sumiati kerap menyiksanya dan membiarkannya kelaparan bahkan tega menggunting mulut perempuan itu.
Meski sudah banyak cerita tragis, tetap saja tidak menyurutkan minat ribuan warga Indonesia untuk mempertaruhkan nyawa mencari sesuap nasi di perantauan.
Minimnya lapangan pekerjaan dan pembangunan yang tidak merata di daerah merupakan salah satu pemicunya.
Beberapa bulan lalu pemerintah mencanangkan proyek Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI ) sebagai upaya pemerintah memeratakan pembangunan ekonomi agar hasil-hasil yang diraih tidak selalu terpusat di ibukota negara, tapi juga menyentuh sampai ke pelosok negeri ini.
MP3EI merupakan proyek jangka panjang sampai 2025, di mana proyek ini dipusatkan pada enam koridor ekonomi, yaitu Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Papua, dan Maluku.
Namun menurut Anis Hidayah, proyek tersebut bukan lantas menjadi solusi tunggal.
"Yang harus dilakukan pemerintah adalah memaksimalkan upaya perlindungan terhadap para pekerja migran di luar negeri dan membuat kesepakatan dengan negara-negara penerima TKI agar komitmen menjamin kesejahteraan dan keselamatan mereka, seperti yang dilakukan pemerintah Filipina," kata Anis.
"Itulah kenapa jarang terdengar ada kasus penyiksaan yang menimpa warga Filipina karena pemerintah mereka serius dan peduli melindungi warganya," kata dia


Posted By : Lensa Jakarta
News Source : BBC Indonesia
Photo :  Calon TKI di penampungan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar